Adikku Yulita
Mencari Kepastian (Getirnya Pengorbanan)
Dari Pada Penasaran
Pada Selasa
malam (26 Februari 2019) Yulita menelpon saya bahwa dia perlu ke Pekanbaru, dia
ingin tahu bagaimana hubungannya dengan pasangannya, saya menyetujuinya. Pada
hari Rabu dia berangkat ke Pekanbaru menggunakan travel, saya menyarankan dia
untuk menelepon saya jika sudah hampir sampai Panam Pekanbaru. Dia menelepon
saya dan meminta untuk menjemputnya di halte bus Giant Panam. Setelah saya
hampir sampai, saya melihatnya dari kejauhan dia hanya sendiri di halte dan
merenung menatap kesatu arah. Setelah menghampirinya dan kami mulai menuju ke
arah rumah, saya memberi tahu dia tentang jembatan layang (fly over) dan
jembatan Siak IV yang baru selesai di bangun itu, dia mengatakan bahwa dia
tidak tahu bahwa itu akan segera dibuat dan pengerjaan bangunan tersebut siap
dengan secepat itu, Pekanbaru hebat pungkasnya. Kami melintas dibawah fly over
pasar pagi Arengka dan SKA sambil mengambil video. Eh ngambil video bukan tanpa
alasan, itu yang akan dia kirim ke akun teman-temannya, sekedar manasin kalau
dia sudah sampai Pekanbaru. Sekitar sepuluh atau seperempat jam kami tiba di rumah dan saya jam dua siang
harus ngajar kelas privat, jadi saya tidak bisa menemani dia dulu untuk
beberapa jam.
Setelah pulang,
barulah saya membawa dia ke rumah pasangannya, dia berkata kepada saya bahwa
kita harus membeli buah-buahan untuk bertamu kerumah pasangannya, kami mampir
di salah satu kedai buah tapi tidak ada penjualnya dan kami pindah ke tempat jual
buah yang lain, disana ada semangka, jeruk dan buah-buahan lainnya.
Kami melanjutkan
kerumah pasangannya lalu berhenti didepan sebuah sekolah dasar, saya lihat di
sana ada jalan setapak di sampingnya, tapi kami tidak lewat disitu, lagian
tidak hafal juga dengan jalannya, lalu kami menyusuri jalan besar saja sambil
mencari jalan Pandawa tempat pasangannya itu tinggal, tapi dipandu juga kok
sama peta yang ada di hand phone. Yulita
menjelaskan dia pernah video call dengan pasangannya kalau didepan rumahnya itu
ada onggokan batu bata jadi mempermudah kami mencari alamat tersebut. Gak
beberapa lama kami tiba juga di sana lebih-kurang sekitar 16:25 an lah, kami
yakin rumah yang mau kami tuju itu. Untuk mastiin kalau ada orang dirumah
Yulita menelpon ibupasaangannya, kami dipersilahkan masuk, di suguhi air,
basa-basi dengan obrolan ringan walaupun mungkin dia agak heran juga maksut
kami datang kesana itu apa. Sewaktu kami datang pasangannya tidak dirumah, dia
masih belum pulang dari mengajar di salah satu sekolah, jadi kami belum
bicarain apa maksut kami kesana.
Sekitar setengah
jam pasangannya itu pulang juga,
meskipun ibunya memberitahu jikalau kami datang tapi sekitar beberapa menit
kemudian pasangannya itu keluar dari rumah tanpa ingin menjumpai kami, Sebelum Yulita berbicara dengan ibunya, saya
membuka percakapan. tetapi Yulita menghentikan saya, jikalau dia ingin
mempertanyakan hubungan dengan pasangannya lewat ibu tersebut, ibunya menjawab
dengan percakapan yang ringan bahwa putranya sering menelpon dengan anak-anak
perempuan yang berbeda-beda dan dia tidak tahu siapa yang pasti perempuan itu,
jikalau ditanya hubungan, terus jawabannya hanya teman, tapi sering nelpon. Dengan
penjelasan ibu tadi, Yulita memutuskan untuk pulang, dia tahu apa jawaban dari
ibunya.
Kami pulang
dari rumahnya, kami juga di tunjuk jalan potong lebih cepat disamping sekolah
dasar yang kami lihat sebelumnya, kami jadi tertawa. Kalau kami tahu jalan itu
dari tadi, kami akan lebih cepat sampai tujuan ke rumah pasangannya itu.
“Tunggu, tunggu. Pasangannya. Tapi lebih tepatnya sekarang kayanya mantannya
Yulita deh.”
Kemudian
kami ingin membahas hal tersebut di Taman Putri Kaca Mayang, setelah kami bahas
semuanya mulai dari sejak awak hubungan mereka sampai sore itu dan disimpulkan
dengan keterangan-keterangan bahwa sikap mantannya seperti apa yang dialakukan
kepada kami khususnya Yulita, dan sikap ibu mantannya tadi jelas, jelas, jelas,
sebuah penolakan, titik.
Move On
Mantan,
mungkin membosankan, nostalgia, sedih, kangen, benci, sayang, rindu, apa lah
pokoknya, intinya mantannya tidak memilih Yulita. Untuk esok harinya saya ingin
membawa Yulita ke mal Transmart, setelah dari sana rencananya dia baru pulang
kampung, karena kepastian yang dia cari dari mantannya jelas, jadi saya ingin
mengajak dia kesana, plus refreshing sebelum pulang kampung.
Mau ke
Trnsmart, motor semua dipakai, mau naik go-jek maklum lagi pas pasan, mau pakai
go-car eh makin ga cukup, jadi solusi yang bagusnya jalan kaki menjelang ke
halte. Biar ga suntuk kami cerita-cerita juga, walaupun pagi, tapi cuacanya sudah
panas. Ketika sedang berjalan saya melihat orang yang saya kenal di pinggir
jalan, dia sedang membersihkan mobil pelanggannya karena dia mekanik salon
mobil juga dan saya bersalaman dengannya serta bertukar nomor hand phone. Yulita
berkata beruntung ya kita jalan kaki, kita dapat jumpa dengan orang yang Uda
(Abang) kenal dia berkata sambil tertawa.
Kami
sampai di halte bus Pekanbaru, naik bus tujuan Transmart, setelah sampai kami
berhenti di depan mal Living World, pramugara bus itu menunjukan kepada kami
kemana kami harusnya ke arah Transmart. Kami berjalan lagi sekitar seratus
meter dari halte kami berenti tadi. Sampai didepan mallaya sisi kiri gerbang
mal tertutup. Kami masuk dari sisi kanan. Ketika masuk mall saya melihat
semakin bagus mal itu, pakaian-pakaian yang dipajang semakin banyak dari
sebelumnya saya kunjungi sekitar satu tahun yang lalu.
Tujuan kami
bukan pakaian yang bagus itu, ga cukup duit juga kali beli baju-baju itu,
lagian harganya mahal. Sebelum naik ke lantai dua kami diminta security menitip
tas di tempat penitipan sementara barang. Setelahnya kami naik ke lantai dua, kami
berkeliling melihat-lihat beberapa wahana dan kami sepakat untuk menambah saldo
untuk Roller Coaster, kayanya Yulita ga terlalu takut naik. Teller tiket
menyarankan untuk mengisi vocer minimal enam puluh ribu Rupiah.
Kalau
dipikir-pikir naik Roller Coaster, ow menegangkan dan seru, walaupun agak takut
tapi harus berani, kemudian teller mempersilahkan kami untuk segera naik wahana
tersebut walaupun belum ada yang akan naik bersama kami. Pertama Yulita meminta
saya untuk membuat video tetapi saya tidak yakin dapat memegang telepon ketika
Roller berjalan dan saya hanya meminta penjaga tersebut memegang hanphone
tersebut. Setahun yang lalu, pas naik Roller yang pertama kalinya bagi saya ada
sedikit takut, tapi tidak terlalu untuk yang sekarang. Pas naiknya asik aja, begitupun
Yulita sepertinya dia tertantang dan senang. Saya bilang kaya meningkatkan
adrenalin gitu.
Naik Roller
membuat denyut jantung cepat dan sedikit menguras emosi jadi kami mencari
tempat duduk, selepas turun dari Roller dan mencari spot photo, yang mana disana
ada banyak gambar-gambar spot yang ada tetapi hanya gambar sayap dan gambar
pintu yang dipilih Yulita, dia ngerasa itu spot yang cocok. Di depan gambar pintu
ada wahana sampan untuk anak-anak, sewaktu kami melihat-lihat disekitar wahana itu
anak perempuan yang berumur lebih kurang sebelas tahun dan anak laki-laki umur
delapan tahun menyusul juga ingin naik sampan mini terseut. Saya berkata kepada
Yulita kalau itu hal yang kreatif untuk dibuat disebuah mall. Kami kembali ke
kursi lagi, saya memintanya untuk makan siang tetapi dia tidak mau karena malas
makan. Sampai pada waktu zuhur saya bicara lagi tentang apakah dia siap diantar
ke Panam untuk pulang kampung. Dia menjawab, “sepupu dari ayahnya sudah sampai
di Pekanbaru dan Yulita hanya ingin pulang dengannya untuk kembali ke kampung, sepupunya
itu berlibur dengan anak-anaknya dengan mobilnya, tapi sepupu itu punya ipar,
ipar itu yang ke Pekanbaru saya kenal kok.” Penjelasan Yulita aneh, tidak
jelas, keliru, dan ga nyambung. Saya kembali berpikir, kalau dia senang ga
apa-apalah. Dia menelpon seseorang dari keluarga sepupu yang dia kenal tersebut
tetapi dia laki-laki. Yulita bilang laki-laki itu sudah sampai di parkiran
bawah mal dan kami memintanya untuk ke parkiran depan karena kami keluar mall
dan menunggunya disana supaya dia bisa menjemput Yulita untuk pergi kerumah
sepupu perempuan sebelah ayahnya tersebut.
Nyata Tapi Aneh
Kami bertemu dengannya laki-laki tersebut di
depan Transmart, dia datang dari sisi kiri Transmart. Ketika dia datang dia
berkata “Yulita”, dan saya bilang ya ini Yulita sambil saya menunjuknya, dan saya
bertanya kepada laki-laki tersebut bahwa dia tinggal dimana dan dia mengatakan
bahwa dia tinggal di Pandau, dan dimana jalan Kruing (salah satu jalan di
pandau yang saya tahu) dia mengatakan terus lagi kedalam jalan itu, saya disitu
tinggal sahut laki-laki itu. Aku mengambil tas Yulita dan meletakkan tas
tersebut di sepeda motor metik yang dimiliki laki-laki tersebut sementara
Yulita naik. Saya melihat mata dan wajah Yulita ingin mengatakan sesuatu. Tapi,
saya hanya menangkap maksut dia, kalau ekspresi wajahnya hanya kasihan kepadaku
karena aku harus jalan kaki lagi ke halte pulang, tapi ada perasaan aneh juga
dengan Yulita walaupun itu saya hiraukan.
Dari depan
mal ke halte bus, saya merasa ingin menelponya, tetapi saya enggan mengganggu
dia dengan sepupunya. Aku selalu berpikir dia lebih ceria kalau sudah jumpa
dengan sepupunya.
Saya selalu
berpikir tentang dia jikalau dia sangat senang berjumpa dengan sepupunya. Pada
malamnya setelah saya melakukan shalat Isya, kebetulan terlambat solatnya pukul
21:30 Yulita menelpon saya sambil menangis "Uda (Abang) tolong jemput aku!".
Saya beranggapan kalau dia bosan di tempat sepupu dari keluarga ayahnya.
Setelah dia yang ngomong suara laki-laki bicara dari telpon tersebut, “Bang,
bang, Yulita mau ke Ujung Batu sendiri bang, dia sekarang kerasukan bang, ini
Yulita kami jemput pakai mobil sekarang dia sama kami”. Saya jawab “ini mu mantan
dia”, dia bilang “betul”katanya. “tapi dia bilang mau nginap dirumah sepupu
dari ayah dia dan pulang sama mereka juga sekalian”. Jawabku menjelaskan. Jadi
saya minta mantannya itu mengantar Yulita ketempat saya tinggal. Saya juga
bertanya mengapa Yulita bersama mantannya, karna dia bilang kalau Yulita
menelponnya dan suruh di jemput ke Panam. Rupanya Panam yang Yulita maksut itu di
Rimbo Panjang. Itupun sudah jauh dari Panam.
Karena hand phone yang dipakai mantannya tadi
menelpon saya hand phone Yulita,
paketnya terbatas, mantannya juga tidak tahu passwordnya kemudian saya menelpon
balik ke hand phone Yulita, tapi
mantannya tersebut meminta untuk menelpon nomornya. Saya telpon kemudian saya
bertanya posisi mereka, mereka masih di Kubang kemudian saya menelpon untuk
kedua kalinya kalau dia sudah di jalan dekat bandara SSQ Pekanbaru.
Setelah
mereka mencapai jalan Taman Sari disekitaran tempat saya tinggal, mereka
tersesat ke jalan lain, saya datang menyusul mereka dan masuk ke dalam mobil. Yulita
menangis dan berteriak sampai ke rumah kemudian sepupu saya yang lain mengangkatnya
ke dalam rumah seteleh dikeluarkan dari mobil. Yulita berteriak dan menangis
dan berkata kepada saya bahwa itu adalah (dia) Yulita tetapi saya katakan lagi
bahwa itu bukan dia tapi itu jin yang merasukinya, beberapa orang yang ada
dirumah tempat saya tinggal itu kasian dan sedikit takut melihat Yulita teriak
dan melotot tersebut. Kemudian mantannya itu minta Al-Quran dan iya membacanya,
Yulita terik, kepanasan, dan sambil kerasukan juga. Jin dalam tubuh Yulita
sempat bilang “Uda (Abang) ini Yulita bang”, dia bicara dengan nada memohon dan
mendayu, mengiba berharap saya lepaskan supaya dia bisa ngeronta. Saya bilang
ke orang-orang yang memegang Yulita itu, “itu bukan Yulita, itu jin”, aku
sedikit menjelaskan.
Sambil
mantannya membaca Al-Qur'an, jin dalam tubuh Yulita teriak, “Diamlah kau panas
ni ha, lepaskan aku!”. Yulita mulai kesurupan sejak dijemput mantannya dari
Rimbo Panjang sampai ke tempat saya tinggal mulai dari jam setengah sepuluh
malam sampai sampai setengah satu. Menjelang hampir setengah satu dia sempat
siuman, dan bilang, “Kalian ngapain, janganlah pegang aku, mana jilbab aku”
saya menatap Yulita dengan hati-hati, aku yakin dia sudah mulai sadar walaupun
Yulita juga merasa aneh mengapa mantannya juga bisa sampai dirumah tempat saya
tinggal, saya jelaskan “yang penting mu udah sama abang Yul, mantan mu yang kamu
telpon tadi, dia yang mu minta suruh jemput mu di Panam,” Yulita hanya
menatapku sambil keheranan dan bilang “Iya Da (Bang), aku ga ingat?” Yulita
bertanya dan merasa bingung dengan penjelasanku. Sekitar empat detik setelah
itu Yulita pingsan lagi badannya kejang dan merokta, jadi kami memegang tangan
dan kakinya. Setelah dia siyuman untuk kedua kalinya, Insya Allah tidak ada
kerasukan lagi. Dia sangat kecapean karena kerasukan itu dan Yulita mulai tidur
dengan nyaman. Setelah keadaan terasa agak aman mantannya dan ibunya tersebut berpamitan
untuk pulang.
Di malam itu
saya dan sepupu yang lain menjaganya, kami khawatir kalau Yulita kambuh lagi.
Rasa was-was saya mungkin yang membuat mata saya sulit untuk tidur, saya melihat
wajahnya, tangannya, kakinya, memeriksa selimutnya supaya nyamuk gak terlalu
mengganggu dan ketika aku melihat wajahnya lagi aku ingat bahwa sebelum ayahnya
meninggal sewaktu Yulita masih SD, ayahnya pernah memberikan pesan kepadaku
dengan mengatakan “Jaga adik-adikmu ya Ri (nama samaran saya) dan itu membuat
saya menangis. Aku tersadar dari lamunan itu, karena melihat dia seperti
terkejut ingin kambuh gitu, tapi itu hal yang biasa walaupun ada beberapa kali
seperti itu. Hati saya rasanya ringan saja, tenang, jadi jam dua sampai
setengah tiga saya bisa tidur dan saya mulai sangat tenang sampai saya bisa
tidur lagi dari jam empat sampai enam pagi.
Jam enam
pagi Yulita tampak tidur pulas, seperti tidak ada apa-apa semalam. Saya seperti
biasanya mulai menyapu lantai dan mengepelnya sekitar lima belas menit setelah
itu dia bangun, saya menyuruh dia untuk mandi. Dan saya minta izin kepada ayah angkat
saya kalau saya ingin mengantar Yulita pulang kampung karena saya khawatir
kalau kenapa-kenapa. Dan ayah angkat saya mengizinkan untuk menganytarnya
pulang kampung. Pukul delapan, kami menuju jalan Taman Sari mau ke jalan
Sudirman dan berhenti di toko kecil, membeli minum dan roti. Minumannya terlalu
dingin aku tidak meminumnya, dia juga tidak selera untuk minum. Ketika kami
duduk menunggu sepupu yang lain mengambil sepeda motor yang kami bawa, kami
duduk didepan kursi toko tersebut.
Yulita saya
minta untuk bercerita tentang kejadian-kejadian yang lalu bahwa ketika dia naik
sepeda motor ketika di Transmart sehari yang lalu, yang di jemput laki-laki dari keluarga sepupu
sebelah ayahnya tersebut, Yulita bercerita kalau laki-laki itu mengajak Yulita
mampir di sebuah rumah, tapi rumah itu lengang memang tidak ada sepupu
perempuan yang sebelah ayahnya tersebut yang datang kesana. Jadi Yulita menolak
tawaran laki-laki tersebut untuk masuk kerumah, jadi dia hanya duduk di bangku
didepan rumah tersebut, kemudian laki-laki itu menghampiri Yulita dan memegang
tangannya, dengan pegangan yang aneh. Pegangan itu dibentak, kemudian dia
berlari sambil menangis tapi laki-laki tersebut membiarkan Yulita pergi tanpa
melarang atau menyuruh. Karena dia menangis datang seorang bapak tua yang
membawa motor ke arahnya dan bertanya, “Mau kemana nak?” “Mau ke Ujung Batu”
jawab Yulita singkat. Bapak tersebut mengantarkannya ke loket bus Ujung Batu.
Setelah Yulita masuk bus tiba-tiba dia minta Turun di salah satu tempat di
Rimbo Panjang Pekanbaru- Kecamatan Tambang(Kampar). Setelah itu dia tidak tahu
apa yang terjadi lagi. Saya juga jelaskan kepada Yulita kalau semalam dia di
antar mantannya beserta ibunya yang mana kamu sendiri yang telpon dia, minta
jemput di Panam. Kemudian dia menjemputmu setelah Isya karena jalanan macet itu
yang membuat agak lambat sampai dirumah. Dan mantan mu bilang setelah kamu
nelpon, kamu bangkit kesurupan.
Percakapan
kami terhenti sementara setelah sepupu saya yang lain datang menjemput sepeda motor yang kami bawa, dari
toko tadi kami berjalan menuju ke halte bus, sepupu saya Yulita pucat, karena
dia belum makan sejak sehari sebelumnya sewaktu kami di Transmart. Kami naik
bus Trans Pekanbaru tujuan Panam, kemudian kami turun, tapi kami tidak bisa
turun pas di loket bus tujuan kampung kami karena haltenya tidak tersedia di
sana, jadi kami turunnya di halte setelah loket itu, jaraknya sekitar lima
puluh meterlah. Karena kami mau menunggu bus dari loket tujuan kampung kami,
mungkin salah satu sopir bus itu tahu maksut kami mau ke mana. Bus itu mendekat
dan sopir nya bertanya kalau kami mau ke Ujung batu, saya jawab “ya”. Kemudian
kami masuk dalam bus itu.
Di dalam bus
Yulita sangat mengantuk, sebentar-sebentar dia tertunduk, karena tak tahan
menahannya, tapi rasa khawatir masih terasabagi saya, kalau dia kambuh lagi
mungkin sedikit merepotkan. Saya minta dia membaca Surat Al-Fatihah, Al-Iklas,
Al-Falaq, An-Nas dan Ayat Kursi. Dia membaca ayat-ayat yang saya suruh
tersebut, ketikat dia mulai kantuk, saya memukul dagu dan pipinya supaya dia
jangan tidur sambil saya bilang, “Eh, Yulita, jangan tudur!”, dia membuka
matanya dengan paksa sambil memohon dan mengiba, “Da, Yulita kantuk da”.
Kemudian saya suruh dia menghafal hafalan Al-Qur’an kemudian dia juga membacanya,
sambil dia menghapal hapalannya, saya juga azan di telinganya dan itu membuat
di mengantuk berat dan merasa kepanasan mendengar azan dan ayat-ayat yang saya
bisikkan ketelingnya tersebut tersebut. Saya berfikir lagi kalau dia menghafal sepanjang
jalan selama dalam perjalanan, pasti dia juga akan capek begitupun saya,
sedangkan perjalanan kami menuju ke kampung ada sekitar tiga jam lagi. Jadi
saya putuskan untuk menelpon paman saya yang sedikit paham tentang ruqyah jadi
saya bertanya kalu Yulita gak apa-apa kalau dibiarkan tidur, paman saya
menyarankan untuk membiarkan Yulita untuk tidur. Setelah menelpon paman ada
sedikit tenang, kemudian Yulita tidur dengan pulas.
Kami berhenti di kecamatan Kabun, sopir bus
tersebut ingin makan siang dan setelah itu kami baru melanjutkan perjalanan
lagi. Saya merasa senang ketika Yulita meminta minum, saya mengambilnya
kemudian dia tidur lagi di sisikanannya ada paket kardus kemudian dia bersandar
kesana, kadang-kadang dia juga meletakkan kepalanya di atas pundak saya, kemudian
dia meletakkan kakinya pada belakang bangku yang ada didepannya sehingga angin
dari arah depan menyingkap mata kakinya, saya menutupi seluruh kakinya tersebut
dengan roknya dan juga saya humpit dengan kaki saya supaya roknya tidak di tiup
angin lagi.
Kami tiba di
Ujung Batu pada pukul 12:45. Saya memintanya untuk mengambil tasnya untuk
segera keluar dari bus tersebut, dengan semangatnya dia keluar. Turun dari bus
sewaktu di Ujung Batu dia membeli cendol untuk dia dan adik-adiknya. Tapi kami harus
menanti sepupu dari kampung yang akan menjemput kami berdua karena bus yang
kami tumpangi hanya sampi rute Ujung Batu saja, setelah dia datang Yulita
dibawa duluan dan saya di jemput setelahnya. Setelah Yulita dijemput kemudian
giliran saya yang dijemput, setelah saya sampai dirumah saya melihat Yulita tertidur
pulas dikasurnya. Sepupu yang menjemput tadi berkata, “Yulita tadi terjatuh
tapi dia ga apa-apa, tiga kap cendolnya tumpah semua.” Saya sedikit sedih
mendengarkan cendol itu tumpah tak bersisa karena Yulita pernah cerita, kalau
setelah setiap dia siuman dari kesurupan dia sangat ingin makan makanan yang
manis-manis seperti kolak, cendol dan lain-lainnya.
Kami
sama-sama sudah sampai di rumah masing-masing, pada sore hari Yulita berkata
kepadaku bahwa di dalam bus sejak berenti dari dari kecamatan Kabun, disamping
kiri dia didalam bus travel tersebut adalah seorang wanita tua pakai gamis biru
dan berjilbab putih, itu yang membuat Yulita dengan enggan meletakkan kepalanya
ke atas bahu orang tua tersebut sementara dia meletakka kakinya di bagian
belakang kursi sebelah depan dia, kemudian wanita tua itu menutup kaki Yulita
dengan rok Yulita yang terhembus angin, wanita tua itu berkata kalau itu aurat.
Yulita juga segan bersandar ke bahu wanita itu karena takut dia capek kemudian
bersandarlah ke kardus sebelah kanan tersebut. Setelah sampai Ujung Batu
tiba-tiba uda datang dari bangku belakang menyuruh Yulita mengangkat tasnya.
Tapi kenapa ya nenek tadi tiba-tiba hilang.
Saya menjelaskan kepada Yulita kalau saya disampingnya mulai dari
Pekanbaru sampai berhenti di kecamatan Kabun dan berangkat lagi dari kecamatan
Kabun menuju Ujung Batu aku tetap di samping Yulita, itu memang hal aneh, aneh
lah pokoknya.
Yang terspesial Cerpen ini Aku buat untuk:
Adikku
Yulita Murni
Comments
Post a Comment